Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 12 Juni 2022 | 14:02 WIB
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan Sulendrakusuma, [KSP]

SuaraSulsel.id - Deputi III Kepala Staf Kepresidenan RI Panutan Sulendrakusuma menekankan pentingnya pembentukan gugus tugas pencegahan penyalahgunaan korporasi untuk kejahatan ekonomi.

Ia mengatakan, pembentukan gugus tugas tersebut, untuk mendorong percepatan Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).

Yakni, sebuah lembaga yang membuat standar internasional dalam bentuk peraturan setingkat undang-undang terkait pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan ekonomi lainnya.

Panutan menegaskan, keanggotaan FATF adalah arahan Presiden Joko Widodo. Mengingat, Indonesia satu-satunya negara G-20 yang belum menjadi anggota FATF, dan dan saat ini hanya sebagai observer.

Baca Juga: Kasus Aktif Covid-19 di Kulon Progo Nol, Gugus Tugas Tetap Minta Masyarakat Waspada

Ia menyebut sejumlah manfaat apabila Indonesia telah menjadi anggota FATF. Diantaranya bisa lebih diterima dalam dunia bisnis internasional, kerjasama dalam memerangi mekanisme pencucian uang, serta pendanaan terorisme dan dapat ikut menentukan standar global dengan konteks negara berkembang.

"Untuk menjadi anggota FATF, Indonesia harus memiliki integritas keuangan nasional yang kuat. Untuk itu butuh tim penilai risiko di tingkat sektoral, agar korporasi tidak disalahgunakan untuk kejahatan ekonomi," kata Panutan, di Jakarta, Minggu (12/6).

Menurutnya, penilaian risiko di tingkat sektoral korporasi atau Sectoral Risk Assessment (SRA) korporasi, dapat dijadikan pedoman bagi regulator dalam melaksanakan pengawasan berbasis risiko/risk based supervision (RBS), dan pedoman bagi aparat penegak hukum menangani kejahatan ekonomi berbasis risiko/risk based investigation (RBI).

"Ini juga bisa berlaku bagi industri keuangan bank dan non bank serta pihak pelapor lainnya. Dalam mendeteksi dini Tindak Pidana Pencucian Uang, Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta kejahatan ekonomi lainnya," jelasnya.

Panutan mengungkapkan, berdasarkan verifikasi lapangan terkait Penilaian Risiko di tingkat Nasional/ National Risk Assessment (NRA) 2021, masih dijumpai kendala-kendala untuk menuju keanggotaan FATF. Salah satunya, sebut dia, belum adanya Penilaian Risiko di tingkat Sektoral / Sectoral Risk Assessment (SRA) terkait Korporasi.

Baca Juga: KPK Menyita 8 Bidang Tanah Milik Eks Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari

Atas dasar itu, Kantor Staf Presiden menginisiasi pembentukan gugus tugas SRA korporasi bersama kementerian/lembaga terkait.

Load More