Puasa Berturut-turut atau Selang-Seling Selama 6 Hari
Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri.
Begitu pula Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah juga menegaskan bahwa yang paling utama adalah berpuasa pada enam hari awal bulan syawal sesudah hari Idul Fitri secara langsung.
Berturut-turut sebagaimana yang ditetapkan oleh para ulama. Karena cara itu lebih maksimal dalam mewujudkan pengikutan seperti yang dituturkan dalam hadits, “kemudian mengikutinya”.
Cara itu termasuk bersegera menuju kebajikan yang diperintahkan oleh dalil-dalil yang menganjurkannya dan memuji orang yang mengerjakannya. Juga hal itu termasuk keteguhan hati yang merupakan bagian dari kesempurnaan seorang hamba Allah.
Sebab kesempatan tidak selayaknya dibiarkan lewat percuma. Karena seseorang tidak tahu apa yang dihadapkan kepadanya di kesempatan yang kedua atau akhir perkara.
Namun, jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal. Setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.
Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak. Karena dalam hal ini ada kelonggaran.
Namun, apabila seseorang berpuasa Syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal.
Baca Juga: Puasa Syawal Sampai Tanggal Berapa? Simak Jadwal Mulai dan Berakhirnya Puasa di Bulan Syawal
Enam hari puasa syawal tidak terbatas pada hari-hari tertentu dalam bulan Syawal. Seseorang dapat memilih hari-hari apa saja di sepanjang bulan Syawal.
Bila dia mau bisa pada awal bulan, pertengahan, atau akhir bulan. Bila dia mau bisa terpisah-pisah atau berturut-turut. Masalah ini luwes, alhamdulillah.
Jika seseorang bersegera melakukannya di awal bulan dan berturut-turut, maka itu lebih afdhal. Karena hal itu termasuk sikap bergegas kepada kebaikan (al musara’ah ilal khair).
Puasa Syawal bukan merupakan kewajiban alias tidak wajib. Bahkan boleh meninggalkannya pada suatu tahun tertentu.
Tetapi yang lebih utama dan lebih sempurna adalah istimrar (terus-emnerus) melakukannya setiap tahun, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dirutinkan oleh pelakunya meski sedikit”.
Berita Terkait
Terpopuler
- Resmi Dibuka, Pusat Belanja Baru Ini Hadirkan Promo Menarik untuk Pengunjung
- Kenapa Motor Yamaha RX-King Banyak Dicari? Motor yang Dinaiki Gary Iskak saat Kecelakaan
- 7 Rekomendasi Motor Paling Tangguh Terjang Banjir, Andalan saat Musim Hujan
- 5 Shio Paling Beruntung di 1 Desember 2025, Awal Bulan Hoki Maksimal
- 5 Moisturizer dengan Kolagen agar Kulit Tetap Elastis dan Muda
Pilihan
-
Rosan Tunjuk Purbaya Usai Sebut Kerjaan Kementerian Investasi Berantakan
-
6 Mobil Turbo Bekas untuk Performa Buas di Bawah Rp 250 Juta, Cocok untuk Pecinta Kecepatan
-
OPEC Tahan Produksi, Harga Minyak Dunia Tetap Kokoh di Pasar Asia
-
Menteri UMKM Sebut Produk Tak Bermerek Lebih Berbahaya dari Thrifting: Tak Terlihat tapi Mendominasi
-
Telkom Siapkan Anak Usaha Terbarunya infraNexia, Targetkan Selesai pada 2026
Terkini
-
Awas! Ini 4 Langkah Lindungi Diri dari Penipuan Mengatasnamakan Wagub Sulbar
-
Besok 7.032 Ketua RT/RW Makassar Dipilih Lewat Pemilu Raya
-
Skandal Nanas Rp60 Miliar! Kejati Sulsel Bongkar Aliran Dana, Saksi Kunci Diperiksa
-
Ribuan Guru Hadir! Inilah Komitmen Pemprov Sulsel untuk Pemerataan Pendidikan
-
Burung Kakaktua Galerita Diselundupkan Lewat Pelabuhan Ambon