SuaraSulsel.id - Tina Ngata merupakan gelar bagi seorang perempuan yang ditokohkan masyarakat Ngata Toro di lembah Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Dalam bahasa lokal, Tina artinya Ibu, sedangkan Ngata artinya adalah Desa. Sebutan ini sendiri bermakna sebagai Ibu Desa atau Ibu Kampung. Sedangkan Desa tetangga mengenalnya dengan sebutan mama kampung.
Tina Ngata memiliki pengaruh besar pada lika-liku orang Toro. Dalam penyelesaian perkara misalnya, Tina Ngata merupakan penentu jenis givu atau denda adat bagi siapapun yang melanggar hukum adat.
Jika terjadi perkara semacam tindak asusila, spontan Tina Ngata akan meresponnya dengan instruksi menggelar Potangara atau sidang adat guna menyelesaikan masalah itu.
Baca Juga: 5 Artis Indonesia Di-notice Seleb Korea, Ayu Ting Ting Nggak Cuma Sekali!
Biasanya, seruan itu akan langsung diikuti para tetuah dengan pakaian khas adat Toro menapaki satu persatu anak tangga naik ke dalam Lobo yang merupakan Balai Sidang Adat. Masing-masing pihak berdasarkan jabatannya langsung duduk bersila membentuk sebuah lingkaran.
Kemudian turut diikuti oleh to hala atau pelaku pelanggar adat. Kerap proses Potangara dilakukan secara terbuka, salah satu tujuannya agar hal serupa tak kembali terulang.
Dalam tatanan hukum adat ngata toro, yang paling berat adalah hampole, hangu, hangkau yang berarti satu ekor kerbau, sepuluh lembar dulang (nampan makan adat) dan satu lembar mbesa (kain adat).
Bahkan, hukuman adat bagi pelaku asusila akan ditambah lagi dengan Nora Eo atau pembersihan kampung, dengan cara menyembelih seekor hewan putih di hulu mata air atau sungai, dengan menghadap ke hilir.
Sekaligus Nompou Pale atau mengikat tangan pria, lalu dikembalikan pada keluarganya, serta memberi makan Totua Adat yang menggelar Potangara.
Baca Juga: Jadwal Liga Malaysia Diubah, Sabah FC Belum Tentu Lepas Saddil Ramdani ke Timnas Indonesia U-23
Lembaga Adat Desa Toro seringkali menggelar peradilan adat dengan menghadirkan tokoh perempuan yang populer disebut Tina Ngata sebagai pengambil kebijakan.
Masalah-masalah yang melalui proses Potangara ada ini bermacam-macam, mulai dari persoalan berat. Seperti perambahan hutan, pembunuhan dan asusila, sampai beberapa masalah semacam pencurian hingga konflik anak muda.
Perempuan adalah adat
Begitu pentingnya peran Tina Ngata. Absennya tokoh adat yang satu itu dalam sebuah peradilan adat, akan mengharuskan proses Potangara (Peradilan Adat) itu ditunda.
Dalam tatanan kelembagaan Adat Ngata Toro, terdapat tiga fungsi krusial Tina Ngata. Pertama, sebagai Pangalai Baha (Pengambil Kebijakan) sebelum Nobotuhi (Memutuskan) jenis givu terhadap sebuah pelanggaran dalam proses potangara.
Kedua, figur lainnya Tina Ngata menjadi Pobolia Ada (Penyimpan, Penjaga Adat maupun yang Mengeluarkan Adat). Serta terakhir, Tina Ngata sebagai Potawari Bisa (Pendingin Suasana).
Berita Terkait
Terpopuler
- Ogah Ikut Demo Besar-besaran Ojol di Jakarta 20 Mei, KBDJ: Kami Tetap Narik Cari Rezeki!
- 10 Mobil Bekas di Bawah Rp100 Jutaan: Kabin Lapang, Keluaran Tahun Tinggi
- 8 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Vitamin C, Ampuh Hilangkan Noda Hitam
- 7 Sunscreen Mengandung Salicylic Acid, Ampuh Atasi Jerawat dan Kulit Berminyak
- Kritik Suporter PSS ke Manajeman Viral, Bupati Sleman: Ya Harus segera Berbenah
Pilihan
-
Termasuk Lawan Montenegro, Ini Jadwal Timnas Indonesia di Piala Dunia Sepak Bola Mini
-
Hati-hati Timnas Indonesia, Alex Pastoor Masuk Daftar Calon Pelatih Ajax Amsterdam
-
Honda Cari Bibit Pembalap Muda di Ajang HDC
-
Profil Pemilik Rupiah Cepat, Pinjol Viral yang Disorot Publik Ternyata Dikuasai Asing
-
5 HP Murah Rp2 Jutaan Layar AMOLED: RAM Besar, Kamera Resolusi Tinggi
Terkini
-
Sosok Jusuf Manggabarani: Jenderal Berani Melawan Preman, Tolak Pangkat, dan Selamatkan TVRI
-
Tarif Impor AS Bikin Industri Terpuruk, Pengusaha: Kami Jadi Korban Eksperimen
-
Ini Syarat Baru Masuk SMAN Unggulan di Kota Makassar
-
5 Link Saldo Dana Kaget, Bisa Klaim Hingga Ratusan Ribu Rupiah
-
10 Langkah Pendirian Koperasi Merah Putih di Desa dan Kelurahan