SuaraSulsel.id - Seiring menurunnya level PPKM, pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen perlu dilakukan kembali. Dengan tetap mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Abraham Wirotomo mengatakan, PTM diperlukan untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian sekolah. Agar pelaksanaannya bisa berjalan lancar dan jujur.
"Tidak semua guru dan terfasilitasi gadget dan internet dengan baik. Belum lagi soal teknologinya. Ini yang dikhawatirkan bisa membuat pelaksanaan ujian online tidak maksimal," kata Abraham, di gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu 16 Maret 2022.
Menurut Abraham, untuk menepis kekhawatiran munculnya lonjakan kasus COVID19 pada pelaksanaan PTM, kata Abraham, pemerintah daerah harus meningkatkan testing COVID19 dengan pendekatan penemuan kasus aktif atau active case finding (ACF).
Baca Juga: Turun PPKM Level 2, PTM Terbatas di Metro Sudah Dimulai
Hal ini, sebagai salah satu cara untuk menentukan apakah sekolah itu aman atau tidak. Sejauh ini, ujar dia, testing ACF di sekolah menurun.
"Ini menjadi PR bagi pemerintah," ucapnya.
Lebih lanjut Abraham menjelaskan cara kerja testing penemuan kasus aktif di sekolah, yakni dengan melakukan testing 10 persen dari populasi. Jika positivity dibawah 1 persen, jelas dia, maka tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Namun, jika positivity 1-5 persen. Satu kelas harus diisolasi.
"Nah, jika perbandingan antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan di atas 5 persen, isolasi selama dua minggu," tambahnya.
Abraham juga menekankan pentingnya percepatan vaksin di sekolah. Agar siswa semakin terlindungi dari COVID-19, dan proses belajar mengajar bisa digelar secara tatap muka.
Baca Juga: Dinas Pendidikan Medan Luncurkan Sekolah Digital dan Inklusi Tahun Ini
Sementara terkait situasi pandemi COVID-19, Ia memastikan saat ini semakin terkendali. Hal itu, ditunjukkan dengan menurunnya level PPKM dan angka reproduction dari 1,09 menjadi 1,07.
Meski demikian, sambung Abraham, pemerintah tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam menentukan segala kebijakan terkait penanganan COVID19, terutama soal relaksasi.
"Angka kasus dan kematian di negara-negara Eropa yang lebih dulu melakukan relaksasi mulai meningkat. Beberapa kota di Tiongkok juga kembali lockdown. Fakta-fakta ini membuat pemerintah tetap hati-hati dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Pilihan HP Samsung Murah Harga Rp1 Jutaan: RAM 6 GB, Performa Terbaik
- 6 Mobil Matic Bekas di Bawah Rp 40 Juta: Cocok untuk Pemula dan Ramah di Kantong
- Keluarkan Rp7 Juta untuk Tebus Ijazah Eks Satpam, Wamenaker Noel: Perusahaan Membangkang Negara
- 8 Rekomendasi HP Harga Rp1 Jutaan Spesifikasi Tinggi: Layar AMOLED, Kamera 50 MP!
- 5 Mobil Keluarga Terbaik yang Kuat Tanjakan, Segini Beda Harga Bekas vs Baru
Pilihan
-
Daftar Rekomendasi Mobil Bekas Favorit Keluarga, Kabin Lapang Harga di Bawah Rp80 Juta
-
6 Mobil Bekas Kabin Luas Bukan Toyota, Harga di Bawah Rp80 Juta Pas Buat Keluarga!
-
3 Mobil Toyota Bekas di Bawah Rp80 Juta: Kabin Lapang, Hemat Bensin dan Perawatan
-
Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik
-
Proyek Rp1,2 Triliun Kerap Bermasalah, Sri Mulyani Mendadak Minta Segera Diperbaiki
Terkini
-
Polisi Tembak TNI Gadungan Pencuri Emas dan Ponsel Warga
-
53 Ribu Roti Gratis Dibagikan ke Warga Makassar
-
Petani Sinjai Merana: Banjir 2 Meter Ancam Gagal Panen 4 Hektare Sawah
-
Dari Maros ke Barru Cuma Rp10 Ribu! Ini Jadwal dan Rute Kereta Api Sulawesi Selatan
-
Rebutan Pulau, Sengketa Panas Sulsel dan Sultra di Laut