Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 28 Oktober 2021 | 20:55 WIB
Himpunan Mahasiswa, Pemuda Batauga (HIMPETA) berunjuk rasa di kantor Bupati Buton Selatan, Kamis 28 Oktober 2021 [telisik.id]

SuaraSulsel.id - Himpunan Mahasiswa, Pemuda Batauga (HIMPETA) berunjuk rasa di kantor Bupati Buton Selatan. Saat Anggota Kosubga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkunjung.

Pengunjuk rasa kesal. Karena tidak bisa bertemu Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kericuhan pun terjadi ketika massa ingin menerobos masuk ke dalam Kantor Bupati. Bertemu Tim Kosubga KPK RI dan Bupati Arusani. Namun Satuan Polisi Pamong Praja menutup pagar gerbang.

Mengutip telisik.id -- jaringan Suara.com, massa yang ngotot kemudian bergerak ke samping kantor. Namun upaya itu kembali gagal. Aksi saling dorong pagar pun kembali tak terhindarkan.

Baca Juga: Balas Kritik Soal Raker di Jogja, Pimpinan KPK Sebut Eks Pegawai juga Pernah Ikut

Massa yang kesal akhirnya menutup semua pagar yang digunakan sebagai akses masuk dan keluar pegawai. Agar Tim Kosubga KPK juga tidak bisa keluar dari Kantor Bupati.

Kericuhan kembali terjadi ketika salah satu peserta aksi yang ingin masuk ke dalam Kantor Bupati dipukul Anggota Satpol PP. Massa aksi yang tak terima dengan itu kemudian memaksa masuk ke dalam Kantor Bupati. Kericuhan pun kembali terjadi.

"Tujuan kami bertemu Kosubga KPK ini untuk berdiskusi. Sembari menyerahkan data terkait dugaan pelanggaran terjadi Busel," kata Ketua Himpeta, La Ode Jurdin, Kamis 28 Oktober 2021.

Adapun kasus yang telah diinventarisir, lanjut dia, terkait pembangunan dermaga di Kelurahan Busoa, Kecamatan Batauga, yang hingga kini tak diketahui siapa pemiliknya.

Padahal terdapat anggaran daerah sebesar Rp50 juta dalam pembangunan dermaga tersebut.

Baca Juga: KPK Gelar Raker di Hotel Bintang 5 Sleman, Apa Saja Agendanya?

Kemudian soal ganti rugi lahan Pemda di Kelurahan Bandar Batauga yang terkesan diskriminasi. Pengunjuk rasa menuding Pemda Buton Selatan hanya mengganti lahan milik Ketua DPRD Busel, La Ode Armada yang tidak lain adalah adik Bupati Busel, La Ode Arusani.

Sementara pemilik lahan lainnya hanya dikenakan ganti rugi tanaman.

"Ini sangat diskriminasi sekali. Harusnya pemerintah itu berpihak kepada rakyat. Tapi yang terjadi hanya memperkaya diri sendiri. Coba penegak hukum cek bangunan itu, lahannya milik siapa? karena itu dibeli gunakan uang daerah," ucapnya.

Load More