Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 07 April 2021 | 05:45 WIB
Mantan teroris Sofyan Tsauri (baju putih) dan Prof Irfan Idris Direktur Deradikalisasi BNPT di Podcast Deddy Corbuzier / [Youtube Deddy Corbuzier]

Sofyan mengatakan mahasiswa exacta lebih rentan terpapat paham radikal. Karena melihat sesuatu secara hitam putih.

Sementara mahasiswa jurusan sosial imunitasnya lebih kuat saat menerima paham radikalisme. Karena melihat persoalan lebih utuh.

Begitupula dengan polisi selalu melihat sesuatu dengan aspek yuridis. Aspek hitam putih. Kalau menipu kena pasal penipuan. Tidak melihat latar belakang sosial.

"Walau pun pelakunya nenek-nenek. Ini penyebab polisi dan TNI rentan," ungkapnya.

Baca Juga: Polisi Palsu Penipu Terancam Penjara, Hakim: Kalau Bebas Ngaku Tentara Yah

Sofyan menyebut sejumlah kasus terorisme yang menyasar Anggota TNI dan Polri. Ada anggota Kopassus yang terpapar, ada mantan TNI yang ditembak mati Densus 88, dan Polwan Anggota Reskrim siap mati jadi pengantin.

"Ini mengkhawatirkan dan masif. Menyasar siapa saja," katanya.

Akibat perbuatannya, Sofyan Tsauri mengaku sudah dihukum 10 tahun penjara. Kemudian berhasil kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prof Irfan Idris Direktur Deradikalisasi BNPT mengatakan, orang bertanya kenapa ada teroris. Karena teroris itu radikal.
Semua teroris pasti radikal. Tapi radikal belum tentu teroris. Penyebabnya banyak. Ada masalah ekonomi, pengetahuan, keadilan, dendam, dan seterusnya.

"Untuk mengurai ini harus bersama melangkah merumuskan strategi," kata Irfan.

Baca Juga: Jurnalis TEMPO 'Disikat' Polisi saat Liput Kasus Pajak, LPSK Pasang Badan

Menurut Irfan Idris akar masalah teroris adalah selalu membungkus sesuatu dengan bahasa tafsiran keagamaan. Bukan bahasa agama.

Load More