Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 23 Februari 2021 | 06:27 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengunjungi Posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Covid-19 di Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Jumat (19/2/2021). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraSulsel.id - Polri mengeluarkan pedoman penanganan perkara Undang Undang ITE. Melalui surat edaran Kapolri

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Kapolri Sigit menekankan penyidik kepolisian untuk mengedepankan upaya mediasi. Terhadap kasus yang berkaitan dengan pelanggaran Undang Undang ITE.

Sigit menginstruksikan jajarannya untuk tidak menahan tersangka kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.

Baca Juga: Masuk Tim Kajian, Menteri Plate: Revisi UU ITE Sudah 10 Kali Ditolak MK

Khususnya, terhadap tersangka yang telah meminta maaf. Serta kasus tersebut dinilai tak berpotensi memecah belah masyarakat, mengandung unsur SARA, radikalisme, dan separatisme.

"Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali," kata Listyo dalam Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 seperti dikutip Suara.com, Selasa (23/2/2021).

Dalam surat edaran tersebut Listyo juga menjelaskan pertimbangannya, yakni lantaran perkembangan situasi nasional terkait penerapan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

Sehingga, dia pun menginstruksikan kepada jajarannya untuk mengedepankan upaya restorative justice dalam menyelesaikan suatu perkara yang berkaitan dengan pelanggaran UU ITE. Sedangkan, hukum pidana merupakan langkah terakhir yang diambil dalam penegakan hukum berkaitan dengan perkara tersebut.

"Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," jelasnya.

Baca Juga: Bandingkan UU ITE dengan Kitab Suci, Ini Penjelasan Prof Henry Subiakto

Berikut 11 poin pedoman penanganan perkara dan penerapan Undang-undang ITE bagi penyidik Polri dalam Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/2/11/2021:

1. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya;

2. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat;

3. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber;

4. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil;

5. Sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi;

6. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada;

7. Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara;

8. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme;

9. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali;

10. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaanya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan;

11. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.

"Surat edaran ini disampaikan untuk diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anggota Polri," imbuh Listyo.

Load More