SuaraSulsel.id - DPR dan pemerintah serta KPU digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara agar menunda pilkada serentak yang direncanakan berlangsung di tengah pandemi corona, 9 Desember 2020. PTUN menyelenggarakan sidang perdana, Kamis (19/11/2020).
Penggugat DPR dan pemerintah terdiri dari Muhammad Busyro Muqoddas (mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi), Ati Nurbaiti, Atnike Nova Sigiro, Irma Hidayana, dan Elisa Sutanudjaja.
Kuasa hukum penggugat, Haris Azhar, mengatakan kliennya meminta hakim PTUN menghukum pemerintah, DPR, dan KPU karena melakukan perbuatan melawan hukum jika tetap menyelenggarakan pilkada pada 9 Desember.
PTUN juga diminta untuk memerintahkan kepada para tergugat untuk menghentikan dan menunda proses pilkada serentak hingga pandemi Covid-19 bisa ditanggulangi.
Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak, GMKI Ajak Semua Elemen Jaga Kondusifitas di Sumut
"Mereka menilai pemerintah, DPR dan KPU telah sengaja menempatkan dan menyebabkan terancamnya kesehatan dan keselamatan publik, dan telah lalai mempertimbangkan secara hati-hati dan memadai dalam mengambil keputusan publik yakni melanjutkan proses pilkada di saat kondisi darurat pandemi Covid-19 masih belum terlewati dan atau belum terkendali," kata Haris.
Pemerintah, DPR, dan KPU dinilai sengaja mengabaikan saran yang disampaikan kalangan ilmuwan dan organisasi masyarakat yang kredibel dalam mempertimbangkan kelanjutan pilkada 2020 di tengah pandemi. Saran datang dari Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia Kota Makassar, Pengurus Besar Nahdatul Ulama, PP Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Tergugat dinilai telah melanggar Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal ini mengatur bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam upaya penanggulangan wabah. Kemudian Pasal 4 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang menyebutkan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat oleh pemerintah dilakukan salah satunya melalui kekarantinaan kesehatan.
Selain itu, Pasal 201A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pasal 201A ayat (3) mengatur bahwa pilkada serentak dapat ditunda kembali untuk kedua kalinya apabila situasi belum memungkinkan.
Baca Juga: Perbedaan Debat Pertama dan Kedua Pilkada Makassar: Waktu Menjawab Ditambah
Tag
Terpopuler
- 3 Kerugian AFF usai Menolak Partisipasi Persebaya dan Malut United di ASEAN Club Championship
- Mengenal Klub Sassuolo yang Ajukan Tawaran Resmi Rekrut Jay Idzes
- Moto G100 Pro Resmi Debut, HP Murah Motorola Ini Bawa Fitur Tangguh dan Baterai Jumbo
- 5 HP Harga Rp1 Jutaan RAM 8/256 GB Terbaik 2025: Spek Gahar, Ramah di Kantong
- 45 Kode Redeem FF Max Terbaru 4 Juli: Klaim Gloo Wall, Bundle Apik, dan Diamond
Pilihan
-
Daftar 6 Sepatu Diadora Murah untuk Pria: Buat Lari Oke, Hang Out Juga Cocok
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Baterai Jumbo Terbaik Juli 2025, Lebih dari 5.000 mAh
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Terbaru Juli 2025, Multitasking Pasti Lancar!
-
Sekali klik! Link Live Streaming Piala Presiden 2025 Persib vs Port FC
-
7 Rekomendasi Tumbler Kekinian, Kuat Antikarat Dilengkapi Fitur Canggih
Terkini
-
Misteri Ibu Bunuh Bayi di Makassar, Psikolog Turun Tangan
-
BRIvolution: Strategi Adaptif BRI Hadapi Dinamika Keuangan Global
-
'Tukang Bubur Naik Haji' Berat Tinggalkan Tanah Suci
-
Dari Bogor ke Pasar Global, Begini Perjalanan Sila Artisan Tea Angkat Citra Teh Indonesia
-
Mesin ATM Dibobol Satpam, Ini Penjelasan Bank Sulselbar