Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 10 Juli 2022 | 09:14 WIB
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Dokumentasi AP1]

SuaraSulsel.id - Tujuh pekerja lanside di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar mengeluh.

Awalnya menerima gaji Rp3,1 juta atau sesuai upah minimum provinsi (UMP) Sulawesi Selatan.

Namun, semenjak pandemi hingga saat ini, mereka hanya diupah Rp500 ribu setiap bulan di bandara yang berstatus internasional.

Salah satu pekerja, Amiruddin mengaku selama ini mereka bertujuh bertugas untuk membersihkan parkiran di Bandara Sultan Hasanuddin. Namun semenjak pandemi, jam kerja mereka dikurangi.

Baca Juga: Ini 5 Kota dengan Jumlah Freelancers Terbanyak di Indonesia

Mereka hanya bekerja lima hari dalam sebulan. Akibatnya upah yang mereka terima juga tidak sesuai harapan.

"Sejak pandemi Covid-19, gaji sudah berkurang begitu pun jam kerja. Padahal sebelumnya UMP. Sekarang sisa Rp500 ribu," ujar Amiruddin.

Ia mengaku aktivitas di bandara Sultan Hasanuddin saat ini sudah normal. Semua penerbangan rute sudah dibuka.

Bahkan bandara selalu ramai karena musim umrah dan haji. Harusnya pihak bandara tidak lagi membatasi jam kerja mereka.

"Penerbangan tidak dibatasi lagi ditambah umrah dan haji yang tiada henti. Harusnya nasib kami ini juga dikembalikan normal, bukan hanya lima hari kerja saja setiap bulannya," ujarnya.

Baca Juga: Pekerja Migran Indonesia di Taiwan Kini Minimal Harus Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Keluhan pekerja ini disampaikan ke Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum atau LKBH Makassar. Mereka berharap lembaga itu bisa membantu, agar mereka bisa mendapat keadilan.

Sementara, Direktur LKBH Makassar Muhammad Sirul Haq mengaku tujuh pegawai ini berada di bawah naungan PT Angkasa Pura Supports, anak perusahaan Angkasa Pura 1. Mereka melaporkan soal gaji yang tak sesuai dengan UMP.

"Bahkan upah mereka jauh dari harapan. Kami sudah menerima aduan dan siap mendampingi mereka," kata Sirul.

Untuk tahap awal, kasus ini akan diselesaikan secara bipartit atau musyawarah antara pekerja dan perusahaan. Jika tidak menemui kesepakatan, maka dilanjutkan ke proses perdata.

"Kita segera melayangkan surat tertulis bipartit dengan meminta hak-hak pekerja secara sepenuhnya," ungkapnya.

Dikonfirmasi, Relation Manager Bandara Internasional Hasanuddin Iwan Risdianto mengaku pekerja tersebut berstatus non organik. Mereka adalah pegawai yang diperbantukan di angkasa pura.

"Mereka pekerja yang diperbantukan di Angkasa Pura. Jadi masalahnya dengan perusahaan pihak ketiga," ujarnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More