SuaraSulsel.id - Gejala manusia terserang virus corona bermacam-macam. Gejala paling umum adalah anosmia. Sebanyak 86 persen penderita Covid-19 disebut mengalami anosmia.
Anosmia adalah kehilangan kemampuan indra penciuman dan perasa. Dalam studi yang dipublikasi di Journal of Internal Medicine, gejala ini dialami sekitar 86 persen pasien dengan kasus Corona yang ringan.
Untuk membuktikannya, studi tersebut melibatkan lebih dari 2.500 pasien di 18 rumah sakit di Eropa.
Hasilnya, anosmia lebih sering terjadi pada kasus Covid-19 ringan dibandingkan dengan kasus sedang hingga parah.
“(Disfungsi penciuman) lebih sering terjadi pada kasus Covid-19 yang ringan, daripada kasus sedang hingga parah,” kata para ahli dalam penelitian tersebut, yang dikutip dari Fox News oleh zonautara.com -- jaringan suara.com, Jumat (8/1/2021).
Dari penelitian tersebut, mereka mencatat bahwa sebanyak 75 hingga 85 persen orang kemampuan indra penciuman dan perasanya bisa kembali dalam dua bulan. Sementara 95 persen baru bisa kembali setelah enam bulan lamanya.
Masih dalam penelitian yang sama, diperkirakan sebanyak 5 persen pasien kemampuan indra perasa dan penciumannya masih belum kembali dalam enam bulan.
Sebagai perbandingan, hanya ada 4-7 persen pasien kasus infeksi sedang hingga parah yang melaporkan mengalami gejala ini.
Di Indonesia, beberapa orang yang menderita Anosmia mengaku butuh satu sampai dua minggu untuk mengembalikan indera penciuman mereka.
Baca Juga: Pada Kasus Gejala Ringan Covid-19, Kapan Virus Corona Paling Menular?
Menariknya, para peneliti juga menemukan pasien Covid-19 yang lebih muda justru cenderung lebih banyak mengalami gejala ini, dibandingkan mereka yang lebih tua. Tetapi, hal ini masih perlu analisis lebih lanjut untuk membuktikannya.
Mengapa lebih banyak dialami pasien dengan kasus Covid-19 yang ringan?
“Hipotesis utama yang mendasari anosmia lebih tinggi pada Covid-19 yang ringan disebabkan adanya perbedaan dalam respon imun terhadap infeksi ringan, sedang, dan parah. Dalam hipotesis ini, pasien dengan Covid-19 ringan bisa lebih baik,” tulis para ahli.
“Respons imunologi lokal melalui produksi IgA yang lebih tinggi bisa membatasi penyebaran virus ke dalam organisme. Oleh karena itu, penyebaran virus yang terbatas di tubuh inang bisa dikaitkan dengan bentuk klinis ringan dari penyakit tersebut,” lanjutnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pratama Arhan dan Azizah Salsha Dikabarkan Rujuk, Ini Penjelasaan Pengadilan Agama Tigaraksa
- Sahroni Ditemukan Tewas, Dikubur Bersama 4 Anggota Keluarganya di Halaman Belakang Rumah
- Link Resmi Template Brave Pink Hero Green Lovable App, Tren Ubah Foto Jadi Pink Hijau
- Penuhi Tuntutan Demonstran, Ketua DPRA Setuju Aceh Pisah dari Indonesia
- Presiden Prabowo Tunjuk AHY sebagai Wakilnya ke China, Gibran ke Mana?
Pilihan
-
Maulid Nabi Muhammad SAW: Amalkan 3 Doa Ini, Raih Syafaat Rasulullah di Hari Spesial
-
Video Ibu Jilbab Pink Maki-maki Prabowo dan Minta Anies Jadi Presiden: Deepfake?
-
Bisnis Riza Chalid Apa Saja? Sosok Koruptor Berjulukan The Gasoline Godfather
-
ASI Itu Bodyguard, Vaksin Itu Sniper: Kenapa Bayi Butuh Dua-duanya, Bukan Cuma Salah Satunya!
-
5 Rekomendasi HP Murah Baterai Awet di Bawah Rp 2 juta, Tahan Seharian! Terbaik September 2025
Terkini
-
Pemprov Sulsel Usul Rp233 Miliar untuk Bangun Ulang Gedung DPRD
-
Mantan Pegawai Bank Divonis 3 Tahun Kasus Uang Palsu
-
Gubernur Sulsel-BPOM Teken MoU Hibah Lahan dan Pendirian Politeknik Rp1,7 Triliun
-
PKKMB Tanpa Perpeloncoan, Universitas Megarezky Fokus Bangun Karakter Mahasiswa Unggul
-
Warga Bone Lompat di Jembatan Watu Cenrana