SuaraSulsel.id - Warga terus menolak aktivitas pertambangan di Gunung Paleteang, Pinrang. Dua Petani Ta’e menjadi tersangka dugaan tindak pidana. Salah satu tersangka merupakan tokoh agama yakni Hanafi.
Terkait pertambangan yang terjadi di Gunung Paleteang di Lingkungan Ta’e, Kelurahan Temmassarangnge, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Mirisnya, dua petani dijerat Pasal 192 KUHP. Lantaran dinilai merintangi suatu jalan umum yang menimbulkan bahaya bagi keamanan lalu-lintas.
Dalam pasal 192 KUHP tersebut, jalan umum yang dimaksudkan merupakan jalan tani yang kini dilalui truk pengangkut material tambang dari Gunung Paleteang.
Mengutip dari terkini.id -- jaringan suara.com, Sebelum ditetapkan tersangka dan mendekam di Polres Pinrang, Hanafi pernah menuturkan bahwa jalan yang dilalui pihak penambang tersebut bukan jalan umum. Melainkan jalan tani dari hasil swadaya masyarakat.
“Sampai hari ini, kami belum pernah melihat langsung dokumen perubahan status jalan tani ke jalan umum,” ungkapnya.
Hanafi mengatakan, sudah lebih 10 Tahun hal itu berlangsung, namun masyarakat yang mayoritas petani cukup bersabar atas tidak adanya itikad baik pihak penambang. Untuk memperhatikan keresahan petani terkait polusi udara, kebisingan, dan sedimen dari lokasi tambang.
Belum lagi jalan yang digunakan merupakan lahan petani yang diambil begitu saja oleh sang pengusaha.
Menanggapi persoalan tersebut, WALHI Sulawesi Selatan juga angkat bicara terkait polemik pertambangan di Gunung Paleteang
Baca Juga: Tanggul Jebol, Ratusan Hektare Sawah di Pinrang Terendam Banjir
Slamet Riadi, Staf Advokasi dan Kajian WALHI Sulawesi Selatan menuturkan, bahwa izin lingkungan AMDAL atau UKL-UPL dan pertambangan yang diterbitkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan peruntukkan RT/RW Kabupaten Pinrang.
Gunung Paleteang merupakan kawasan strategis kabupaten dari sudut kepentingan lingkungan dan didaulat sebagai kawasan hutan kota.
“Itupun kalau aktivitas pertambangan di Gunung Paleteang memiliki izin, karena sampai saat ini masyarakat belum pernah dilibatkan dalam konsultasi publik dan tidak adanya papan informasi di lokasi proyek,” kata Slamet, Senin, 28 Desember 2020.
Saat ini Gunung Paleteang tengah terancam, Staf Advokasi dan Kajian WALHI Sulawesi Selatan mendesak pemerintah provinsi untuk mencabut izin pertambangan di Gunung Paleteang. Sebelum terjadi bencana ekologis yang tidak diinginkan.
“Luasan Gunung Paleteang itu sekitar 148,49 Ha dan sekarang sudah ditambang dengan luasan 16,27 Ha. Ini tentu mengancam struktur dan fungsi ekologis Gunung Paleteang sebagai kawasan hutan kota,” tegas Slamet.
Menanggapi kriminalisasi warga, Slamet berujar bahwa yang seharusnya ditertibkan itu pihak penambang, bukan malah petani dan tokoh agama yang dikriminalisasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Sepatu Lokal Senyaman On Cloud Ori, Harga Lebih Terjangkau
- 5 Body Lotion Niacinamide untuk Cerahkan Kulit, Harganya Ramah Kantong Ibu Rumah Tangga
- Menguak PT Minas Pagai Lumber, Jejak Keluarga Cendana dan Konsesi Raksasa di Balik Kayu Terdampar
- 5 HP Murah Terbaik 2025 Rekomendasi David GadgetIn: Chip Mumpuni, Kamera Bagus
- 55 Kode Redeem FF Terbaru 9 Desember: Ada Ribuan Diamond, Item Winterlands, dan Woof Bundle
Pilihan
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
-
OJK: Kecurangan di Industri Keuangan Semakin Canggih
-
PT Tusam Hutani Lestari Punya Siapa? Menguasai Lahan Hutan Aceh Sejak Era Soeharto
-
Harga Minyak Melonjak: AS Sita Kapal Tanker di Lepas Pantai Venezuela
Terkini
-
Kisah Kelam 11 Desember: Westerling Sang Algojo Muda yang Menewaskan 40.000 Jiwa di Sulawesi Selatan
-
BRI Dorong Akses Keuangan di Daerah Terpencil melalui Teras Kapal
-
Intip Konsep Unik Klinik Gigi Medikids Makassar, Bikin Anak Betah
-
Menhan soal Relawan China Ikut Cari Korban Bencana Aceh: Bukan Bantuan Asing
-
Menhan Geram! PT Timah Harusnya Raup Rp 25 Triliun, Kini Cuma Rp 1,3 Triliun